This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday 14 December 2010

Rakyat Yogja Tuntut Penetapan


Yogyakarta (13/12) Jam menunjukkan pukul 11.00 wib, gemuruh terdengar ketika saya belok memasuki jalan Malioboro. Memang tampak ada yang berbeda hari ini. Mobil patrol, water canon, dan juga banyak aparat keamanan berjaga di sudut-sudut kota. Keheranan ini semakin bertambah ketika kami tidak melihat pedagang Jogjakarta yang menjajakan barang dagangan seperti biasanya. Ternyata hari ini warga jogja sedang berteriak guna mendemonstrasikan RUUK DIY yang tak kunjung usai.

“HIdup warga Jogja…hidup keistimewaan…hidup penetapan”. Begitu kiranya sedikit potongan tuntutan warga terhadap pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta yang masih terus belum menemui kejelasan sampai saat ini. Jalan Malioboro menjadi saksi sejarah kala itu. Ribuan warga turun kejalan untuk aksi damai ini. Baik dari warga asli maupun pendatang. “Kami orang Papua ikut disini, kami dukung penetapan”, ujar Hans, warga Papua yang turut ikut dalam aksi ini.

Para demonstran datang dari segala penjuru Jogja dan lapisan masyarakat. Dimulai dari sekitar 700 lebih Siswa SMA Kolese De Britto yang sudah datang sejak jam sepuluh pagi. Kemudian baliho-baliho dikibarkan, tak kalah poster-poster berisi tuntutan dan hujatan dibawa oleh warga. Berbagai kalimat-kalimat provokatif diluncurkan dalam demonstrasi tersebut. “SBY = SUMBER BENCANA YOGYAKARTA”, begitulah salah satu tulisan dalam spanduk yang tidak luput dari pandangan saya. Tidak hanya poster dan spanduk, turut meramaikan juga beragam aksi kebudayaan daerah. Tampak dari kejauhan salah satu kelompok demonstran berputar-butar. Bulu warna warni dikepala, busur panah juga dibawanya. Tak lain adalah warga Papua yang juga ikut menuntut penetapan. Kemudian tidak ketinggalan warga NTT yang juga datang memainkan alat musik dan juga tarian. Masih banyak lagi aksi yang dibawakan oleh masyarakat siang itu. Tapi satu hal yang mereka inginkan. Penetapan terhadap Sri Sultan dan Sri Paduka Pakualaman adalah harga mati.

Warga berbondong-bondong masuk kedalam halaman DPRD DIY. Hanya lautan manusia yang tampak siang itu. Warga berteriak dan berorasi secara bergantian di panggung yang telah disediakan sisi timur halaman gedung. Gusti prabu, salah satu adik dari sultan yang juga baru saja memutuskan untuk keluar dari partai Demokrat datang dan berorasi kala itu. “Saya hanya mengiring masyarakat. Saya mendukung aamanat dari orang tua saya. Saya dukung penetapan” ujarnya dalam orasi tersebut.

Sesaat kemudian azan berkumandang memecah keriuhan aksi tersebut. Para demonstran yang berteriak mulai diam dan suasana pun reda beberapa saat. Warga yang hendak sholat langsung menuju masjid yang berada di sisi utara halaman DPRD. Tepat pukul satu siang, akhirnya sidang paripurna DPRD dimulai. Oleh pembawa acara, maysarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak meninggalkan aksi ini. “Kami ingin mengawal jalannya sidang ini, harus penetapan”, ujar Prio, salah satu demonstran. Sidang ini disiarkan live oleh beberapa stasiun tv swasta yang juga meliput acara ini. Sehingga warga dapat menyaksikan langsung jalannya sidang ini.

Mata dan telinga warga hampir tidak pernah lepas dari siaran langsung sidang tersebut. ada yang duduk, berdiri ataupun berusaha untuk dapat masuk kedalam ruang sidang. Namun berkat pengawalan aparat keamanan, ruang sidang terjaga dari hal tersebut.

Saatnya pembacaan keputusan tiap fraksi di DPRD. Riuh, cercaan, sorakan dan juga tepuk tangan keluar dari para demonstran. Namun ketika fraksi dari partai Demokrat membacakan keputusannya, riuh cercaan, dan sorakan yang keluar dari mulut para demonstran. “Huuu, bosok!, ra ceto!(tidak jelas), ra teges(tidak tegas). Suasana itu yang tampak ketika perwakilan dari fraksi Demokrat membacakan keputusannya. Sikap tidak tegas memang tampak dari fraksi Demokrat. Ketika seluruh fraksi tegas dalam mengambil keputusan yang tidak lain adalah penetapan, sedangkan dari fraksi Demokrat tidak memilih keduanya. Perwakilan fraksi Demokrat memutuskan terkait masalah mekanisme pengangkatan gubernur, harus melalui pengkajian lebih lanjut. Sontak sebagian warga yang mendengar hal itu semakin geram.

Pembacaan keputusan dari tiap fraksi akhirnya berakhir sekitar pukul 3.15 WIB. Sidang akhirnya dipending selama sepuluh menit. Yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan hasil keputusan oleh sekertaris sidang. Keputusan yang di ambil dalam sidang ini yaitu adalah penetapan. Surat keputusan itu pun berakhir dengan penandatanganan surat oleh Yoeke Indra Agung Laksana yang tidak lain adalah ketua DPRD DIY yang juga menjadi pimpinan sidang.

Ketika saya mencoba keluar dari ruang sidang, saya membayangkan sudah banyak warga yang meninggalkan halaman DPRD DIY. Karena rapat ini hamper menelan waktu sekitar tiga jam lebih. Prediksi saya salah kali ini. Halaman itu semakin dipadati oleh warga yang masih rela menunggu hasil keputusan. Pembawa acara memanggil para perwakilan fraksi-fraksi yang mengikuti sidang tersebut. Dan mereka diminta untuk memberikan pernyataan ulang bahwa DPRD DIY memilih “penetapan ” Sri Sultan Sebagai Gubernur dan Sri Paduka Pakualaman sebagai wakilnya. Satu persatu wakil fraksi membacakan. Fraksi Golkar, PKB, PAN, PKS, PDIP, dan PNPI telah membacakan statement ulang. Tak ayal kemudian pemandu acara menanyakan keberadaan perwakilan fraksi Demokrat yang ternyata sudah pulang sebelum pembacaan keputusan akhir. Hal ini juga kemudian semakin menyulut warga yang mengawal jalannya sidang tersebut.

Akhirnya aksi pun ditutup dengan nyanyian “berkibarlah bendera ku”. Semua warga hikmat menyanyikannya. Aksi damai ini pun akhirnya selesai, warga pulang dengan teratur dan tertib. HIDUP WARGA JOGJA…!! :) (OLs)

Galeri Sidang Paripurna RUU KY 2010














kontributor: Dandy Damar Raharja

Juru Bicara Partai Demokrat Disoraki Massa



(Yogyakarta, 13/12) Dalam Sidang Paripurna pembahasan draft Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta (RUU KY), ketua DPRD, Yoeke Indra Agung Laksana memimpin jalannya sidang yang dihadiri 44 dari 55 anggota. Enam fraksi menyatakan sepakat dengan keistimewaan dengan salah satu bentuknya, penetapan Sultan Hamengku Buwono sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubernur.

Hanya Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicara Agung Prasetya yang tidak menyatakan secara tegas penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur. Namun partai ini malah setuju seandainya Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur seumur hidup. Hampir setiap pernyataannya mendapat sorakan "huuu..." dari massa (OA)

Nyanyian Merdu Dalam Ruang Sidang



(Yogyakarta,13/12) Sidang paripurna DPRD berjalan sekitar cukup hikmat. Ruang sidang dihadiri delapan fraksi guna membahas RUUK DIY yang masih belum juga menemukan jalan keluar. Masyarakat Jogja sementara waktu menunggu diluar gedung sembari menunggu hasil pembahasan rapat paripurna. Rapat terhenti sejenak, bukan karena sidang dipending, melainkan seorang lelaki masuk kedalam ruang sidang dan bernyanyi disela sidang. “Woo,oo,oo…Penetapan Jogjakarta”, sedikit potongan lirik lagu yang dinyanyikan oleh pria gondrong yang kami ketahui bernama Untung. Ia berjalan ke tengah ruang sidang dan terus menyanyi. Sampai akhirnya pimpinan sidang memutuskan untuk melanjutkan rapat paripurna tersebut.

Ketika diwawancarai mengenai motifnya bernyanyi, pria bernama lengkap Untung Basuki ini menuturkan hanya sekedar spontanitas saja. “Ini hanya spontan mas, saya hanya mendukung penetapan Jogja. Cuma mau ngasi semangat, pidato terus nggak ada variasi”, tuturnya kepada Tim Ekonomika. Pria berusia 60 tahun ini juga menyesalkan pembahasan RUUK DIY yang tidak segera disahkan. Dan menurutnya pemerintah sangat lambat dalam membahas RUU ini (OA)

Hans Jansen : “Warga Papua Untuk Jogja”

Gemuruh terdengar siang-siang di 13 Desember 2010. Seorang lelaki mengenakan topi berboneka cenderawasih. Hans Jansen, pria kelahiran Papua ini turun mengikuti demonstrasi akbar menuntut penetapan gubernur dan wakil gubernur Yogyakarta. “Kami warga Papua untuk Jogja, kami semua merasa terpanggil. Penetapan untuk Jogja”, tuturnya. Pria ini juga mengisahkan bahwa masuknya Papua ke dalam RI tidak lepas dari peran Jogjakarta. “Trikora dulu dikumandangkan di Jogja, dan itu juga peran Sultan HB IX(Sembilan), peran kraton”, tambahnya menggebu-gebu. Mereka juga menampilkan beberapa kesenian khas Papua untuk mendukung aksi akbar ini. Hans Jansen juga menuntut agar rancangan RUUK DIY agar segera disahkan. Saat ini hampir sekitar 7000 pemuda Papua menempuh kuliah di Yogjakarta yang terbagi dibeberapa universitas yang ada di Jogjakarta (OA).